Kekerasan dalam rumah tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan. Yang termasuk kedalam lingkup rumah tangga adalah
suami, isteri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga atau
darah, perkawinan, persesusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam
rumah tangga atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah. Tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga untuk mencegah segala
bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah
tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan memelihata keutuhan
rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
JENIS KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA ;
-
Kekerasan fisik ; perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Jika mengakibatkan korban mendapat
jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah). Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00
(empat puluh lima juta rupiah). Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
-
Kekerasan psikis ;
perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat. (dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri
atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
-
Kekerasan seksual ; pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. (dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). memaksa orang yang menetap
dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Jika mengakibatkan
korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat)
minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau
matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-
Penelantaran rumah
tangga ; menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya yang wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan, membatasi dan/atau melarang
untuk bekerja yang layak di dalam atau diluar rumah sehingga korban berada
dibawah kendali orang tersebut. (Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
pidana tambahan bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga berupa ;
- pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
- penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
HAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMBAH TANGGA: Perlindungan dari pihak
keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan; pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; penanganan
secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; pendampingan oleh pekerja
sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan pelayanan bimbingan rohani.
TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN
TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ; Merumuskan
kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; menyelenggarakan
komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan
dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi.
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai
dengan batas kemampuannya untuk :
- mencegah berlangsungnya tindak pidana;
- memberikan perlindungan kepada korban;
- memberikan pertolongan darurat; dan
- membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Korban kekerasan
dalam rumah tangga berhak melaporkan secara langsung kepada kepolisian baik di
tempat korban berada maupun di tempat kejadian. Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga
atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak
kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Dalam
hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh, atau anak yang bersangkutan.
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari :
- tenaga kesehatan;
- pekerja sosial;
- relawan pendamping;
- dan/atau pembimbing rohani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar