Minggu, 21 Maret 2021

DO'A APEL PAGI BPSDM KEMENKUMHAM

ASTAGHFIRULLOOHAL ADZIIM 3X

BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM
ALHAMDULILLAAHIROBBIL ‘AALAMIIN
ALLOHUMMA SOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD
WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD

 YA ALLOH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

 PUJI DAN SYUKUR KAMI PANJATKAN KEHADIRAT-MU, KARENA ATAS LIMPAHAN RAHMAT DAN RIDHO-MU, PADA PAGI INI KAMI DAPAT MENGIKUTI APEL PAGI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

 YA ALLOH YA TUHAN KAMI

   BERILAH KEPADA KAMI, KELUARGA KAMI, DAN PARA PEMIMPIN KAMI KESEHATAN, KEKUATAN, KESABARAN, KEIKHLASAN DAN KEMUDAHAN.   SATUKANLAH HATI KAMI, PADUKANLAH GERAK LANGKAH KAMI, BERILAH KAMI RAHMAT DAN HIDAYAH-MU, AGAR KAMI MAMPU BERSIKAP JUJUR DAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN PEKERJAAN KAMI.

 YA ALLOH YA TUHAN KAMI

TUNJUKILAH KAMI JALAN KESELAMATAN, SELAMATKANLAH KAMI DARI KEGELAPAN MENUJU CAHAYA, JAUHKANLAH KAMI DARI PERKARA YANG KEJI DAN MUNKAR, BAIK YANG TAMPAK MAUPUN YANG TERSEMBUNYI.

 YA ALLOH YANG MAHA PELINDUNG

LINDUNGILAH KAMI DARI SEGALA MACAM MUSIBAH, JAUHKANLAH KAMI DARI PENYAKIT YANG SAAT INI MELANDA NEGERI KAMI, AMPUNILAH KAMI, RAHMATILAH KAMI, BERKAHILAH KEHIDUPAN KAMI, TERIMALAH AMAL IBADAH KAMI, DAN TERIMALAH TAUBAT KAMI

 ROBBANAA AATINAA FIDDUNNYA HASANAH WAFIL AAKHIROTI HASANAH

WAQINAA ADZAA BANNAAR

 WASHOLLALLOOHU ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA’ALAA AALIHI WASHOHBIHI AJMA’IN WALHAMDULILLAHIROBBIL ‘AALAMIIN

Kamis, 09 April 2020

KEADILAN RESTORATIF DAN DIVERSI

Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau yang sering dikenal dengan SPPA, lalu apa yang dimaksud dengan system peradilan pidana anak atau SPPA tersebut. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalan pidana. Dalam pengertian tersebut tercantum anak yang berhadapan dengan hukum, lalu apa yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum.
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Dalam pengertian anak yang berhadapan dengan hukum tersebut dikatakan salah satunya adalah anak yang berkonflik dengan  hukum, lalu siapa yang dimaksud dengan anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Kemudian apa sesungguhnya yang menjadi substansi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem  Peradilan Pidana Anak. Substansi dari Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu terdiri dari ; pertama substansi dari undang-undang system peradilan pidana anak, pertama

BENTUK KEKERASAN TERHADAP ANAK

Sampai dengan saat ini, kekerasan terhadap anak masih saja terjadi, tentu dengan berbagai macam factor, seperti karena factor keluarga yang tidak sehat, lingkungan masyarakat yang tidak sehat, karena factor ekonomi, karena factor pendidikan, dan lain-lain. Dari berbagai macam kekerasan yang terjadi terhadap anak, pada kesempatan ini saya akan menyampaikan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran anak, eksploitasi anak, dan kekerasan atau kejahatan lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut sampai saat ini masih saja terjadi, dan kekerasan ini bisa dilakukan oleh setiap orang.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak sebagaimana dimaksud secara khusus baik larangan maupun sanksinya telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Selain itu didalam lingkup rumah tangga juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pengertian dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada Pasal 6 yang dimaksud  kekerasan fisik yaitu

ZIKIR/WIRID SETELAH SHOLAT MAGHRIB DAN SUBUH






Kamis, 19 Maret 2020

BODY SHAMING

Sampai saat ini tanpa disadari mungkin perkataan kita telah menyakiti perasaan orang lain baik secara langsung maupun melalui media elektronik. Salah satu perbuatan yang dapat menyakiti perasaan orang lain adalah body shaming. Body shaming yaitu  mempermalukan tubuh atau fisik seseorang,  seperti mengejek tubuh orang yang gemuk/gendut, mengejek tubuh orang yang kurus/kerempeng, mengejek warna kulit seseorang, mengejek kekurangan fisik seseorang dan lain-lain. Body shaming termasuk kedalam bentuk penghinaan terhadap diri seseorang. Dan biasanya dilakukan dengan maksud mempermalukan seseorang, sehingga orang tersebut terganggu psikologisnya.

Tindakan body shaming atau mempermalukan tubuh atau fisik seseorang, baik secara langsung, secara tertulis maupun melalui media sosial, bagi pelakunya bisa dikenakan sanksi pidana, dengan syarat, ada laporan dari korban bahwa telah terjadi penghinaan terhadap dirinya, atau termasuk kedalam delik aduan. Artinya kalau korban yang diejek atau dihina tidak mempersoalkannya, maka tidak menjadi masalah, seperti mengejek hanya sebagai bahan candaan  atau lucu-lucuan saja. 

Akan tetapi jika Perbuatan mengejek atau mempermalukan bentuk tubuh atau fisik seseorang, baik dilakukan secara langsung atau verbal, seperti mengatakan “dasar gendut”, “badan lu tuh kaya gajah”. atau mengatakan “itu jari apa pisang ambon”, atau bisa juga mengatakan,  “badan kamu tipis seperti papan penggilesan”. Atau mengejek bagian tubuh yang lain, seperti menghina warna kulit, “dasar hitam” atau menghina kekurangan fisik seseorang, dengan mengatakan “dasar pincang”, “botak”, dan lain-lain. Kemudian yang bersangkutan tidak terima dan merasa terhina dan kemudian melapor ke pihak berwajib, maka pelakunya dapat diancam dengan ancaman pidana penjara

SANKSI BAGI PELAKU EKSPLOITASI TERHADAP ANAK

Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak merupakan  masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa yang mempunyai hak hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai anak.

Selain itu anak juga harus dijaga dan dilindungi dari segala macam bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual maupun kejahatan lainnya. Saat ini kita masih saja menyaksikan terjadinya eksploitasi terhadap anak. Tindak pidana eksploitasi terhadap anak bisa saja dilakukan oleh siapapun, bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orang tua, keluarga maupun orang diluar keluarga. Tindak eksploitasi terhadap anak dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, salah satu faktor terjadinya eksploitasi terhadap anak adalah karena faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor lingkungan, dan faktor-faktor lainnya.. Keberadaan anak yang diposisikan sebagai pribadi yang masih sangat rentan dari segala bentuk tindak kekerasan maupun tindak kejahatan harus mendapatkan perlindungan dari lingkungan terdekat, seperti orang tua, keluarga, masyarakat bahkan pemerintah. Eksploitasi anak merupakan tindakan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, atau orang lain dengan tujuan memaksa anak untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak, tidak sedikit orang tua yang terpaksa mempekerjakan anak-anaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, dengan menjadikannya sebagai pengemis, pengamen, penjual makanan, penjual koran,  pemulung, hingga menjadi kurir narkoba, dan tidak jarang juga karena tertipu dijanjikan akan dipekerjakan disebuah perusahaan dengan iming-iming gaji besar, akan tetapi kenyataanya malah dijadikan pekerja seksual. Ada juga yang dilakukan dengan kesadaran diri anak sendiri dengan alasan karena ingin membantu orang tua atau keluarganya. 

Pengertian eksploitasi

UJI KOMPETENSI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH HUKUM

Uji kompetensi bagi pejabat fungsional penyuluh hukum merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, moral pegawai sesuai dengan kebutuhan jabatan. Tujuannya Uji Kompetensi adalah untuk mengembangkan karir penyuluh hukum agar semakin produktif. Pengembangan didasarkan pada fakta bahwa seorang pegawai membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan supaya bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama karirnya.
Uji kompetensi adalah proses pengujian dan penilaian yang dilakukan oleh tim penguji, untuk mengukur tingkat kompetensi penyuluh hukum dalam rangka memenuhi syarat pengangkatan dari jabatan lain atau kenaikan jenjang jabatan setingkat lebih tinggi. Uji kompetensi ditujukan bagi pejabat fungsional penyuluh hukum yang akan naik jenjang jabatan.
tujuan pelaksanaan uji kompetensi ;
  1. Terwujudnya penyuluh hukum yang kompeten dan professional dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab; dan
  2. Tersedianya peta kompetensi pejabat penyuluh hukum

Persyaratan Uji kompetensi untuk kenaikan jabatan harus melampirkan