Konstitusi Negara Indonesia mengatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) amandemen ke empat.
Dengan demikian sebenarnya baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menjalankan pemerintahan tidak boleh ada warga negara yang mempunyai keistimewaan termasuk dalam masalah peradilan, semua warga negara harus tunduk dan patuh kepada keputusan hukum dan diperlakukan sama apabila salah seorang warga negara tersangkut perkara hukum.
Oleh karena itu pengadilan harus bisa menjalankan dan mengayomi para pihak yang berperkara di pengadilan, baik dari kalangan rakyat sipil, militer maupun polri.
Secara yuridis eksistensi peradilan dimuat dalam Pasal 2 ayat (2)
UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan sebuah mahkamah konstitusi”.
UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan sebuah mahkamah konstitusi”.
Mengingat kejahatan bisa dilakukan oleh setiap orang baik dari kalangan sipil maupun militer, maka sebuah peradilan harus bebas dari pengaruh dan interpensi dari siapapun.
Koneksitas adalah : Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Kemanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (Pasal 89 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP).
Koneksitas adalah : Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (Pasal 198 UU NO. 31 Tahun 1997 Tantang Peradilan Militer).
KEWENANGAN PERADILAN MILITER
Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:
a. Prajurit;
b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 yang :
a. tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau
b. terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya
Bagaimana menentukan, apakah lingkungkan peradilan militer atau peradilan umum yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu perkara koneksitas?
TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN BERSAMA-SAMA OLEH MEREKA YANG TERMASUK LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN LINGKUNGAN PERADILAN MILITER, DIPERIKSA DAN DIADILI OLEH PENGADILAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN UMUM, KECUALI DALAM KEADAAN TERTENTU MENURUT KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG PERKARA ITU HARUS DIPERIKSA DAN DI ADILI OLEH PENGADILAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
Bagaimana menentukan, apakah lingkungkan peradilan militer atau peradilan umum yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu perkara koneksitas?
Untuk menentukan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana, diadakan penelitian bersama oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar hasil penyidikan tim. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang di tandatangani oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar penyidikan tim.
Jika titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum, maka perkara pidana itu harus diadili di lingkungan peradilan umum.
Jika titik berat kerugian yang timbulkan oleh tindak pidana terletak pada kepentingan militer, maka perkara pidana itu harus diadili di lingkungan peradilan militer.
Kesimpulan :
- Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana koneksitas dapat diadili di peradilan umum maupun diperadilan militer dengan melihat titik berat kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana dimaksud.
- Dalam UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, pada Pasal 65 Ayat (2) secara tegas dinyatakan bahwa Prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal pelanggaran militer dan tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan Undang-Undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar