Kamis, 26 Oktober 2017

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan. Yang termasuk kedalam lingkup rumah tangga adalah suami, isteri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga atau darah, perkawinan, persesusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah. Tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan memelihata keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

JENIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ;
-          Kekerasan fisik ; perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Jika mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
-          Kekerasan psikis ;
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat. (dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
-          Kekerasan seksual ; pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. (dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Jika mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-          Penelantaran rumah tangga ; menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya yang wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan, membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. (Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)

pidana tambahan bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga berupa ;
  • pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
  • penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

HAK KORBAN KEKERASAN DALAM  RUMBAH TANGGA: Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan pelayanan bimbingan rohani.

TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEKERASAN DALAM  RUMAH TANGGA ; Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi.

Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
  • mencegah berlangsungnya tindak pidana;
  • memberikan perlindungan kepada korban;
  • memberikan pertolongan darurat; dan
  • membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Korban kekerasan dalam rumah tangga berhak melaporkan secara langsung kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian.  Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan.
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari :
  •  tenaga kesehatan;
  • pekerja sosial;
  • relawan pendamping;
  • dan/atau pembimbing rohani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar