Saat ini
kita sering melihat dalam tayangan televisi seperti korupsi, perampokan,
pembunuhan, penipuan, perkosaan, narkoba, aksi demonstrasi yang berujung
anarkis yang berakibat kerusakan terhadap fasilitas umum, saling hujat
menghujat/caci maki, dan masih banyak lagi peristiwa-perisistiwa lain yang
lebih memprihatinkan. Peristiwa seperti ini membuat kita bingung, apa
sesungguhnya yang menyebabkan ini semua terjadi?. Apakah ini disebabkan oleh
penegakan hukum yang lemah atau memang manusia itu sendiri yang tidak bisa
membedakan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. mana yang baik dan mana yang jahat. Sungguh celaka bila orang yang
hatinya tidak mengenal kebaikan dan kemungkaran.
Dalam hidup
bermasyarakat kita diatur oleh norma-norma yang berlaku seperti norma agama yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama, norma
Kesusilaan yang didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia, norma kesopanan
yang merupakan norma yang berdasarkan aturan tingkah laku yang berlaku
dimasyarakat, norma adat/kebiasan yang merupakan norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang merupakan kebiasaan/adat setempat. Dalam hidup bernegara kitapun diatur oleh norma
hukum berupa peraturan perundang-undangan, semua agama mengajarkan kebaikan dan
keburukan, bagi yang beragama Islam melalui Al-Qur’an dan hadits juga mengatur mana
yang boleh dilakukan dan mana yang dilarang. Sebagaimana Nabi bersabda ;”Disebut orang Islam, yaitu yang
mampu menciptakan rasa aman tentram dan damai dikalangan masyarakatnya, jauh
dari ulah gangguannya, baik akibat perkataan ataupun tindakannya…(HR.
Bukhari-Muslim). Jadi tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk tidak tau
mana yang baik dan mana yang buruk, lalu kenapa masih saja terjadi
tindakan-tindakan buruk yang pada akhirnya merugikan diri sendiri, masyarakat,
bangsa dan negara.
Untuk merubah masyarakat, bangsa dan negara
kearah yang lebih baik tidak hanya dilakukan oleh seorang presiden, menteri
atau para penyelengara negara maupun oleh masyarakat, akan tetapi semua pihak
ikut berperan termasuk kita. Perubahan kearah yang lebih baik akan berhasil jika
perubahan dimulai dari diri sendiri. Ingin lingkungan bersih dan tidak banjir maka jangan buang sampah sembarang tempat,
ingin tertib patuhi aturan, ingin rakyat sejahtera pimpinan jangan korupsi
(berlaku jujurlah), ingin keadilan tegakkan hukum, ingin pelayanan baik jadilah
sumber daya manusia yang berkualitas, berintegritas dan jangan mempersulit. Ini
semua akan tercapai apabila perubahan kearah yang lebih baik dimulai dari diri masing-masing.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 :
إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ ...١
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d : 11).
Ketika banyak
orang yang menyeru untuk melakukan kebaikan dan menyeru untuk menghindari
keburukan maka dipastikan makin baiklah masyarakat, bangsa dan negara. Namun
sangat disayangkan ketika terjadi kasus-kasus seperti korupsi, pelecehan
seksual, justru pelakunya adalah orang yang menyeru kepada kebaikan. Sebagai
contoh adalah dalam dunia kerja kita sering sekali mendapatkan nasihat/arahan
pimpinan supaya kita melakukan perubahan kearah yang lebih baik, tetapi pada
kenyataannya kita juga melihat bahwa yang memberikan nasihat/arahan adalah
seseorang yang juga tidak melakukan apa yang diucapkan. Dalam lingkup yang luas seperti dalam
bermasyarakat, berbangsa dan benegara juga sering kita melihat tindakan para pemimpin tidak sesuai dengan apa yang diucapkan,
mengucapkan dan menyerukan berantas korupsi, tetapi dia sendiri yang korupsi.
Belum lagi tindakan kekerasan, main hakim sendiri, penghinaan,hujat menghujat/caci
maki, dan perilaku buruk lainnya. Mengapa ini terjadi ? ini terjadi karena melupakan
aturan agama, agama tidak lagi menjadi pedoman dalam bertindak, bahkan yang
lebih parah lagi ada yang mengatakan jangan bawa-bawa agama dalam urusan ini
atau urusan itu, sungguh menyedihkan..., Mereka hanya pandai memberi nasihat namun tidak
pandai mengamalkan, mereka hanya bisa mengoreksi, mencaci maki namun tidak bisa
berbuat dan tidak bisa memberi solusi, mereka hanya ingin perubahan tetapi tidak
mau berubah. Dari Ibnu
Mas’ud, Rasul SAW bersabda “Tiada seorang
Nabi sebelummu, kecuali punya kawan setia yang tunduk taat mengikuti sunahnya.
Kemudian sesudah itu muncullah generasi yang hanya pandai bicara tetapi tidak
banyak berbuat, mereka bahkan melakukan hal-hal yang tiada pedomannya. Maka barang
siapa memerangi mereka dengan kekuatannya berarti ia mukmin, dan barang siapa
menentang dengan pidatonya, berarti ia mukmin, dan barang siapa mengingkari
mereka dengan hatinya berarti ia mukmin. Sesudah itu tiada lagi tingkat
keimanan sekecil biji sawipun.” (HR.Muslim.
Dan dari Usamah bin Zaid,Rasul SAW bersabda “Seorang
pria kelak di hari kiamat, ia dihadapkan lalu dijerumuskan ke dalam neraka,
keluarlah usus perutnya dan berputar-putar di neraka seperti seekor himar
berputar mengelilingi penggilingan, kemudia penghuni neraka datang
mengerumuninya seraya bertanya ; “hai anu, kenapa kau demikian parahnya,
bukankah kau yang amar ma’ruf nahi munkar dulu didunia? Jawabnya; ya betul, aku
amar ma’ruf namun tidak melakukannya dan nahi mungkar namun aku melanggarnya.”
(HR. Bukhari-Muslim)
Nabi Muhammad SAW sendiri telah menyampaikan pesan kepada kita untuk
melakukan perubahan dalam diri kita sebelum kita merubah yang lain, jangan
menyeru orang lain untuk berubah tetapi diri kita sendiri belum berubah, inilah
pangkal dari kehancuran. Perubahan dalam suatu organisasi tentu dimulai dari
seorang pemimpin, perubahan dalam suatu keluarga tentu dimulai dari kepala
keluarga, perubahan dalam masyarakat tentu dimulai dari tokoh atau orang-orang
berpengaruh dalam lingkungan masyarakat. Perubahan negara dimulai dari para penyelenggara negara. Perubahan
ke arah yang lebih baik bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara akan menjadi
angan-angan jika perubahan itu tidak didasari atas dasar kesadaran dan kemauan
dari diri sendiri. Ketika seorang pemimpin mengajarkan bawahan untuk disiplin
maka pemimpin harus lebih dulu disiplin, ketika seorang kepala rumah tangga
mengajarkan kepada istri dan anaknya untuk taat kepada perintah dan larangan
Tuhannya, maka kepala keluarga harus melakukan itu terlebih dahulu, sungguh
memalukan, menyedihkan jika hanya bisa menyampaikan tapi tidak bisa mengamalkan,
bicaranya malaikat tetapi perbuatannya setan. Jangan ajarkan untuk melakukan
sesuatu, tetapi contohkanlah untuk melakukan sesuatu.
Allah SWT telah berfirman
dalam surat As-Saf ayat 2 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan”. (As-Saf : 2).
۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ
بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا
تَعۡقِلُونَ ٤٤
“Mengapa kamu
suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian/ibadah,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab?
Maka tidaklah kamu berpikir (Al-Baqarah : 44)
Perubahan kearah
yang lebih baik tentu tidak semudah membalik telapak tangan, semua mempunyai
peran masing-masing. Selaku kepala negara, para pemimpin, bisa merubah kemungkaran dengan kekuasaannya.
Para ulama/ustad/kiyai/habaib dengan nasihat/dakwahnya, dan sekecil kecil
perubahan adalah melalui do’a. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa diantaramu
menghadapi perkara mungkar, maka hendaklah merubah dengan
tindakan(kekuasaanny), dan jika tiada kemampuan, maka hendaklah dengan
nasihatnya, dan jika tiada kemampuan pula, maka hendaklah dengan keimanan
hatinya (doa), itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Untuk itu
marilah kita sadarkan diri kita untuk turut serta menciptakan masyarakat,
bangsa dan negara kearah yang lebih baik, jangan menuntut perubahan sebelum
kita sendiri melakukan perubahan. Ingat kuncinya adalah “ibda binafsi” mulailah dari
diri sendiri.
mulailah dari sekarang,dari diri sendiri
BalasHapusso see meet next time
BalasHapus