Selasa, 03 April 2012


MANUSIA SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR
YANG MENENTUKAN LINGKUNGAN HIDUP

 

A. Latar Belakang
Keberadaan lingkungan hidup sebagai salah satu asset bagi manusia merupakan suatu hal yang sangat mendasar, perhatian masyarakat terhadap lingkungan hidup memberikan gambaran bahwa persoalan lingkungan hidup memerlukan perlindungan dari manusia itu sendiri maupun pemerintah. Sebagai makhluk hidup kita mempunyai tanggungjawab pribadi kepada sang pencipta untuk memelihara bumi dan isinya dari segala kerusakan dan pencemaran, manusia menjadi salah satu faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dan pengolahan lingkungan hidup yang membentuk kesatuan fungsional, saling terkait dan saling tergantung dalam keteraturan yang bersifat spesifik, holistik dan berdimensi ruang.
Lingkungan hidup bagi kehidupan manusia memiiliki fungsi sebagai penyedia sumber daya alam yang akan diolah dan dikonsumsi menjadi sebuah produk, memberikan kesegaran dan kesejukan disekitarnya dan sebagai tempat menampung dan mengolah limbah secara alami. Namun demikian karena majunya pembangunan nasional ketiga fungsi tersebut semakin lama semakin memburuk, sumber daya alam semakin berkurang, kesejukan semakin menurun dan kemampuannya sebagai penampung limbah banyak berkurang sehingga banyak menimbulkan pencemaran disekitar kita. Manusia sebagai salah satu faktor penentu seharusnya sadar bahwa lingkungan hidup sangat penting bagi peningkatan hidup manusia itu sendiri.
Peningkatan kualitas hidup manusia selalu berorientasi jangka panjang dengan prinsip-prinsip keberlanjutan hidup manusia sekarang dan akan datang. Lingkungan hidup juga merupakan sebuah system yang utuh, kolektivitas dari serangkaian subsistem yang saling berhubungan, saling bergantung dan fungsional satu sama lain sehingga membentuk suatu ekosistem yang utuh. Manusia memiliki akal, budi, daya dan pekerti, kemampuan otak secara natural manusia bisa berinteraksi dengan lingkungannya dengan memakai otak dan bisa menentukan kehendak dan merumuskan suatu tindakan dalam otaknya, untuk memilih/menentukan apa yang hendak ia perbuat mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bertentangan dengan nilai yang berlaku dalam lingkungannya. Akan tetapi pandangan martabat istimewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun melainkan ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang dimilikinya, manusia menjadi satu-satunya makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya. disamping itu manusia memiliki budaya pranata sosial dan pengetahuan serta teknologi yang makin berkembang. Kasus-kasus kerusakan dan pencemaran, seperti dilaut, hutan, sungai, udara,air, tanah dan seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri, manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Peran manusia terhadap lingkungan hidup memiliki dua peran yaitu peran negatif dan peran positif, peran manusia yang bersifat negatif adalah peran yang merugikan lingkungan. Kerugian ini secara langsung atau tidak langsung timbul akibat kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, peranan manusia yang bersitaf positif adalah peranan yang berakibat menguntugkan lingkungan karena dapat menjaga dan melestarikan daya dukung lingkungan. Perilaku merusak lingkungan hidup antara lain pertumbuhan populasi manusia, konsumsi yang berlebihan akan sumberdaya alam ; hutan, perikanan, sungai, laut dan seterusnya, polusi udara, air, dan daratan. Sementara itu kebutuhan pembangunan gedung-gedung juga menuntut pemenuhan berbagai bahan material seperti kayu, semen dan pasir yang diperoleh dari pengerukan sumberdaya alam yang berlebih, sehingga semakin mempertajam kerusakan lingkungan alam. Selain kerusakan lingkungan hidup diakibatkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan konsumsi yang berlebihan atas sumber daya alam, masyarakat industry juga memberikan dampak kerusakan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berakibat buruk bagi manusia.

 
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Untuk memberikan gambaran tentang sebab-sebab orang melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
  2. Untuk mengetahui sanksi administratif bagi manusia yang melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
C. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan ini penulis mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut : :
1. Apakah yang menyebabkan manusia melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup?
2. Bagaimana sanksi administratif diberlakukan kepada manusia yang melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup?
D. TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu system yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga pengertian lingkungan hidup hampir mencakup semua unsur ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa di bumi ini
. Itulah sebab lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya merupakan unsur lingkungan hidup yang sangat menentukan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan saat ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak bernilai karena lingkungan hidup hanya sebuah benda yang diperuntukkan bagi manusia. Dengan kata lain, manusia merupakan penguasa lingkungan hidup sehingga lingkungan hidup hanya dipersepsikan sebagai objek dan bukan sebagai subjek.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengrusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan pengertian pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta'ala menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti "kerusakan" yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Menurut Sony Keraf, tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkup global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia, kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti dilaut, hutan, atmosfer, air, tanah dan seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri, manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Sejalan dengan pendapat Sony Keraf diatas, Arne Naes menyatakan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntun manusia untuk beriteraksi dalam alam semesta.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan selain karena ulah tangan manusia juga disebabkan karena faktor penegakan hukum yang lemah dan belum efektif, seperti seringkali telah terjadi pelanggaran izin atau syarat-syarat dalam izin tidak dipenuhi oleh pemegang, tetapi pejabat administrasi tidak berbuat apa-apa atau membiarkan pelanggaran itu terjadi. Hal seperti inilah yang cenderung memandang lingkungannya bukan lagi sebagai bagian yang tidak terpisahkan, bahkan lingkungannya telah dipandang sebagai obyek yang dapat dieksploitir semaksimal mungkin. Manusia semakin menutup dirinya dari hubungan keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Perilaku inilah yang kemudian menjadi sumber egoism dan individualisme, seorang dengan orang lain mulai saling apatis, tidak mau tahu persoalan-persoalan dan situasi yang dihadapi pihak lain. Seseorang dengan tetangganya masing-masing sibuk denganurusannya, bahkan banyak yang tidak saling kenal.
Dalam berbagai segi unsur persaingan mulai muncul dan semakin tajam, bahkan masyarakat semakin cenderung memerankan perilaku yang anormatif, asocial dan cara-cara lain yang tidak halal bila dianggap sudah menguntugkan dirinya. Francis Fukuyama dalam bukunya The Great Disruptioan bahwa akar kerusakan maha dahsyat di bumi ini bersumber dari 4 (empat) akar kemerosotan. Keempatnya selain karena kemiskinan yang meningkat, juga tidak kalah dahsyatnya karena factor kekayaan yang meningkat, erosi cultural yang meluas, termasuk kemerosotan religious, dan meningkatnya egoism atau awal kepuasan individualistis di atas kewajiban komunal.
Seiring dengan uraian di atas, Erich Fromm dalam bukunya The Heart of Man : It Genius for Good and Evil (1965) dengan penggolongannya atas sifat manusia. Menurut Erich Fromm, manusia digolongkan dalam dua tipe, yaitu tipe biophilia, yakni orientasi sikap hidup untuk menghidupi
(bagi sesame dan lingkungannya) dan tipe sebaliknya necrophilia, yakni tipe manusia dengan perilaku mematikan sesame dan lingkungannya. Tipe demikian muncul dalam sifat manusia yang mewujudkan secara maksimal kehendaknya untuk mematikan, tipe necrophilia atau sifat nekrophilis pada zaman modern ini semakin banyak dijumpai, baik dalam bentuk samar maupun secara terang-terangan. Perilaku demikian dapat berada dalam segala pola kehidupan ; ekonomi, politik dan dalam banyak aspek kemasyarakatan lainnya.
Inilah yang pada akhirnya menentukan intensitas masalah-masalah lingkungan yang kita hadapi sekarang, sosok-sosok manusia ditandai dengan buasnya keinginan yang seringkali melewati batas-batas kewajaran, potensi-potensi demikian dapat menjadi ancaman terbesar bagi kelestarian lingkungan hidup.

 
E. PEMBAHASAN
Masalah lingkungan hidup tidak pernah lepas dari berbagai kepentingan seperti kepentingan Negara, kepentingan pemilik modal, kepentingan rakyat maupun kepentingan lingkungan hidup itu sendiri. Penempatan kepentingan itu selalu menempatkan pihak masyarakat sebagai pihak yang dirugikan.
Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini, sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Krisis lingkungan global yang kita alami dewasa ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis manusia dalam memahami atau memandang dirinya, alam dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem pada gilirannya hal ini menyebabkan kesalahan pada perilaku manusia yang bersumber dari kesalahan cara pandang tersebut. Manusia keliru memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang, oleh karena itu pembenahannya harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup tidak hanya menjadi masalah nasional, tetapi telah menjadi masalah antarnegara, regional dan global. Dunia semakin sempit, hubungan antarnegara bertambah dekat dan makin tergantung satu sama lain. Pencemaran pun semakin meluas, kadang-kadang melintasi batas-batas Negara dalam bentuk pencemaran air sungai, emisi udara, kebakaran hutan, pencemaran minyak di laut dan seterusnya. Kebakaran hutan diserawak akan mudah merembet ke Kalimantan Barat dan sebaliknya. Semua ini memerlukan pengaturan khusus yang bersifat supranasional.
Dalam ruang nasional, hukum lingkungan menempati titik silang sebagai bagian dari hukum klasik, yaitu hukum publik dan privat. Termasuk hukum publik adalah hukum pidana, hukum pemerintahan (administratif), hukum pajak, hukum tata Negara, bahkan hukum agraria pun berkaitan dengan hukum lingkungan. Kaitannya dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan ini telah dijabarkan ke dalam Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, bahkan telah ditambah dengan dimensi baru, yakni ruang angkasa, disamping bumi dan air. Dengan demikian pemberian hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan lain-lain harus juga memperhatikan kepentingan lingkungan, kalau tanah itu dirusak atau dipergunakan yang mengakibatkan pencemaran atau rusaknya lingkungan hidup, hak itu dapat dicabut.
Penegakan hukum lingkungan akan menjadi titik silang penggunaan instrument hukum tersebut, terutama instrument hukum pemerintahan atau administratif, perdata dan hukum pidana. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan melibatkan berbagai instansi pemerintah sekaligus seperti polisi, jaksa, pemerintah daerah, pemerintah pusat terutama Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Laboratorium criminal, bahkan LSM (lembaga swadaya masyarakat). Kerjasama antar instansi tersebut harus serasi, terkoordinasi dan terpadu. Inilah yang membedakan dengan bidang hukum yang lain.
Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut :
  1. Perundang-undangan
  2. Penentuan standar
  3. Pemberian izin
  4. Penerapan
  5. Penegakan hukum
Masalah lingkungan tidak selesai dengan pemberlakuan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Penetapan suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih harus diuji dalam pelaksanaannya (uitvoering atau implementation) sebagai bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai.
Penegakan hukum lingkungan semakin penting sebagai salah satu sarana untuk mempertahankan dan melestarikan lingkungan hidup yang baik. Penegakan hukum yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup meliputi aspek hukum pidana, perdata, tata usaha negara serta hukum internasional. Lingkungan hidup merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningakatan kualitas hidup itu sendiri.
Dari mata rantai siklus pengaturan perencanaan kebijakan hukum lingkungan dapat dilihat bahwa kelemahan terdapat pada penegakan hukumnya. Disamping penegakan hukum yang lemah, kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan dianggap masih rendah, kendala ini sangat terasa dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup maupun dalam upaya penegakan hukum. Pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak hanya menjadi masalah lokal tetapi sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Tingkat pencemaran dan kerusakan juga jauh lebih hebat karena kemajuan teknologi industri, pertambahan penduduk yang semakin hari semakin menggusur daerah pertanian dan hutan produktif untuk dijadikan permukiman. Perlombaan mengejar kemakmuran antarnegara semakin meningkat yang pada akhirnya menguras sumber-sumber daya alam hayati dan nonhayati.
Penegakan hukum melalui sanksi administratif dalam memelihara lingkungan pertama berada ditangan para pejabat administrasi, karena merekalah yang mengeluarkan izin dan dengan sendirinya mereka yang terlebih dahulu mengetahui jika tidak ada izin atau syarat-syarat dalam izin itu dilanggar. Namun tidaklah berarti sanksi administratif didahulukan penerapannya terhdap pelanggaran hukum lingkungan. Jika pejabat administrasi enggan bertindak atau pura-pura tidak tahu adanya pelanggaran, bahkan jika ia terlibat atau mempunyai interest dalam perusahaan yang melanggar itu. Dalam hal ini instrument hukum pidanalah yang sebaiknya diterapkan sebagai ultimum remedium.
Sanksi administratif sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2009 ayat (1) "Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanki administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Ayat (2) "sanksi administratif terdiri dari : a. teguran tertulis, b. paksaan pemerintah, c. pembekuan izin lingkungan, atau d. pencabutan izin lingkungan.
Sebagai contoh kasus bentrok warga dengan aparat polisi di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan warga atas penolakan dan pencabutan izin terhadap keberadaan perusahaan tambang yang menurut warga dianggap telah merusak lingkungan. Tuntutan warga atas pencabutan izin pertambangan di Bima Nusa Tenggara Barat tidak lepas dari perannya untuk menjaga lingkungan hidup didaerah tempat tinggalnya, hal ini dilakukan tidak semata-mata karena kepeduliannya terhadap lingkungan, hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang juga memerintahkan untuk berperan serta dalam melakukan pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat,usul, keberatan, pengaduan dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Permintaan pencabutan izin pertambangan kepada pemerintah adalah bentuk kepedulian masyarakat NTB dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Namun sayang tuntutan warga atas pencabutan izin pertambangan tersebut tidak direspon dan berakibat konflik horizontal.
Peran masyarakat sebagaimana tersebut dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraaan, menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penerapan instrument administratif terutama dimaksudkan untuk pemilihan keadaan atau perbaikan kerusakan atau dengan kata lain ditujukan kepada perbuatannya. Pilihan jatuh pada hukum pidana jika suatu kerusakan tidak dapat diperbaiki atau dipulihkan, misalnya penebangan pohon, pembunuhan terhadap burung atau binatang yang dilindungi. Perbaikan atau pemulihan kerusakan tersebut tidak dapat dilakukan secara fisik. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali perbuatan yang tidak dapat diperbaiki atau dipulihkan, misalnya merokok padahal merokok tidak merupakan pelanggaran berat, atau tidak melaporkan kejahatan yang ia ketahui dan sebagainya.
Penegakan hukum lingkungan dalam kaitannya dengan hukum administrasi
mewujudkan supremasi hukum melalui upaya penegakan hukum serta konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional. Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketat dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium). Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila : Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup.
Dengan demikian, badan-badan pemerintah yang berwenang memiliki legitimasi (kewenangan bertindak dalam pengertian politik) untuk menjalankan kewenangan hukumnya. Karena masalah legitimasi adalah persoalan kewenangan yaitu kewenangan menerapkan sanksi seperti pengawasan dan pemberian sanksi yang merupakan suatu tugas pemerintah seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Dalam hal pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus oleh pemerintah.
Adapun penerapan instrument hukum pidana terutama ditujukan kepada orang atau pembuatnya. Orang itulah yang perlu diberbaiki, penerapan instrument hukum pidana diharapkan tidak menjerakan orang yang melanggar itu saja, tetapi orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama jika tidak ingin dikenakan sanksi hukum pidana. Disamping itu penerapan hukum pidana juga akan memuaskan korban secara individual dan masyarakat sebagai korban kolektif. Lebih-lebih di Indonesia yang pada sekarang ini masyarakat luas ingin melihat semua perkara pidana diajukan ke pengadilan, akan tetapi rambu-rambu ini tidaklah mutlak karena suatu sanksi administratif mungkin saja dirasa oleh pelanggar sebagai suatu yang sangat berat, misalnya sanksi administratif berupa pencabutan izin tentulah jauh lebih berat daripada sanksi pidana berupa denda atau pidana bersyarat dengan syarat khusus pemulihan keadaan atau ganti kerugian. Jadi penegak hukum diisyaratkan memiliki penalaran dan pertimbangan yang tepat dalam memilih sanksi mana yang lebih sesuai untuk perbuatan yang telah dilakukan.
Salah satu penyebab parahnya kondisi lingkungan akibat dari pencemaran dan perusakan lingkungan saat ini adalah lemahnya penegakan hukum lingkungan baik di tingkat pusat maupun daerah. Sudah saatnya penegakan hukum lingkungan yang konsisten merupakan bentuk perlindungan kepada masyarakat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Seharusnya manusia sadar akan peran dan tanggungjawabanya terhadap lingkungan hidup dan sudah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk menjaga lingkungan hidupnya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2009 bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

 
IV. Penutup
  1. Kesimpulan
    Manusia adalah salah satu komponen lingkungan hidup yang memiliki ciri yang sangat berbeda dengan komponen-komponen lingkungan lainnya. Perbedaan yang hakiki dengan makhluk lainnya ialah manusia memiliki akal atau kecerdikan.
    1. Yang menyebabkan manusia melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup selain disebabkan karena penegakan hukumnya yang lemah juga disebabkan karena pola pikir manusia yang keliru memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta. Serta perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli pada orang lain serta kebutuhan hidup yang tinggi mendorong manusia bersifat serakah dengan tujuan memperkaya diri sendiri.
      1. Sanksi administratif sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2009 ayat (1) "Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanki administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Ayat (2) "sanksi administratif terdiri dari : a. teguran tertulis, b. paksaan pemerintah, c. pembekuan izin lingkungan, atau d. pencabutan izin lingkungan.
        Penegakan hukum melalui sanksi administratif dalam memelihara lingkungan pertama berada ditangan para pejabat administrasi, karena merekalah yang mengeluarkan izin dan dengan sendirinya mereka yang terlebih dahulu mengetahui. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administratif merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administratif dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).
  2. Saran
    Adapun saran kami yaitu mulailah dari diri kita sendiri untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mau berpartisipasi dalam usaha mengurangi kerusakan maupun pencemaran lingkungan hidup yang semakin tidak terkendali.
    Penting adanya kesadaran pada semua lapisan masyarakat terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Dengan kesadaran, diharapkan masyarakat berpartisipasi aktif dalam  upaya pengendalian dampak lingkungan.
Untuk aparatur penegak hukum agar lebih tegas dalam melakukan tindakan terhadap para pelaku kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat.

 

 

 

 

 

 
DAFTAR PUSTAKA

 
Hamzah Jur Andi, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Ramli Zawiah, Hukum Lingkungan, Bahan Kuliah S2 Hukum UPN Veteran Jakarta, 2011.
Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Siahaan, N.H.T, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 2004.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

 

 


 





 

1 komentar:

  1. ...dari apa yg saya lihat dan dengar dari berita2 di mass-media bhw pengrusakkan lingkungan berawal dari mereka2 pemangku jabatan yg punya kuasa..klw rakyat menebang pohon sebatang, maka pemegang kuasa bisa mencapai puluhan hektar.., klw rakyat mengambil kayu dihutan hanya utk sekedar memasak, maka pemegang kuasa mengambil ratusan sampai ribuan kubik untuk keuntungan dan kekayaan...dan ini baru sebahagian contoh, belum dibidang yang lain2nya...

    BalasHapus