Dalam islam mencuri diartikan sebagai mengambil harta orang lain dengan jalan diam-diam, diambil dari tempat penyimpanannya. Mencuri adalah sebagian dari dosa besar. Orang yang mencuri wajib dihukum, yaitu dipotong tangannya. Apabila seseorang mencuri untuk yang pertama kalinya, maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tapak tangan), bila mencuri kedua kali, dipotong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga kali dipotong tangannya yang kiri,
dan yang keempat dipotong kakinya yang kanan.
dan yang keempat dipotong kakinya yang kanan.
Kalau masih juga mencuri dipenjarakan sampai ia tobat. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Maidah ayat 38).
- Pencuri tersebut sudah balig, berakal dan melakukan pencurian itu dengan kehendaknya. Anak-anak, orang gila dan orang yang dipaksa orang lain tidak dipotong tangannya.
- Barang yang dicuri itu sedikitnya sampai satu nisab (kira-kira seberat 93,6 gram emas) dan barang itu diambil dari tempat penyimpanannya. Barang itupun bukan kepunyaan si pencuri, dan tidak ada jalan yang menyatakan bahwa ia berhak atas barang itu.
Pencurian merupakan perbuatan mengambil suatu benda yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum. Pasal 362 KUHP berbunyi “Barangsiapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ribu rupiah”.
Tindak pidana ini masuk dalam golongan “pencurian biasa”. Suatu perbuatan atau peristiwa baru dapat dikualifikasikan sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur-unsur sebagai berikut :
- Tindakan yang dilakukan ialah “Mengambil”
- Yang diambil ialah “barang”
- Status barang itu “sebahagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain”
- Tujuan perbuatan itu ialah dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak)
Unsur-unsur subyektif :
1. Maksud untuk memiliki
2. Melawan Hukum
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud berupa kesalahan dalam pencurian, kedua unsur memiliki, kedua unsur ini tidak dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya. Dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengeritan memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alas an pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya.
Melawan hukum, maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum berindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain itu bertentangan dengan hukum. Perbuatan mencuri dapat di katakan selesai apabila barang yang diambil itu sudah berpindah tempat. Bila si pelaku baru memegang barang itu, kemudian gagal karena ketahuan oleh pemiliknya, maka ia belum dapat dikatakan mencuri, akan tetapi baru melakukan apa yang dikatakan “percobaan pencurian”.
Yang dimaksudkan barang ialah semua benda yang berujud seperti ; uang, baju, perhiasan dan sebagainya termasuk pula binatang, dan benda yang tak berujud seperti aliran listrik yang disalurkan melalui kawat serta gas yang disalurkan melalui pipa, selain benda-benda yang bernilai uang pencurian pada benda-benda yang tidak bernilai uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum) dapat pula dikenakan pasal ini.
Barang yang dicuri itu sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain. Untuk dapat dituntut menurut pasal 362 KUHP “pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. Orang yang karena keliru mengambil barang orang lain, tidak dapat dikatakan ‘mencuri’. Seseorang yang memperoleh barang dijalan kemudian diambilnya dengan maksud untuk dimiliki, dapat pula dikatakan mencuri. Tetapi apabila barang itu kemudian disrahkan kepada polisi, tidak dapat dikenakan pasal ini. Namun apabila kemudian setelah orang itu sampai di rumah timbul niatnya untuk memilik barang tersebut, padahal rencana semula akan diserahkan kepada polisi, maka orang itu dapat dituntut perkara penggelapan (pasal 372), karena waktu berang itu dimilikinya sudah berada di tangannya.
Pencurian berat Pasal 363
Yang dimaksud dengan pencurian berat ialah pencurian biasa yang disertai dengan salah satu keadaan seperti :
- Jika barang yang dicuri itu adalah hewan. Yang dimaksudkan dengan hewan sebagaimana diterangkan dalam pasal 101 ialah semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau, lembu, kambing dsb), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing, kucing, ayam, itik dan angsa tidak termasuk hewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan pula sejenis babi.
- Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara pemberontakan atau bahaya perang.
- Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa setahu atau tanpa izin yang berhak.
- Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.
- Jika untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.
Perbuatan ini dipidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, apabila pencurian yang diterangkan dalam no 3 disertai dengan salah satu tersebut no 4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya Sembilan tahun.
(lebih jelas baca KUHP pasal 362 s/d pasal 367).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar